Penyelamatan atau Perusakan Raja Ampat


Lewat progam Aku Cinta Indonesia (ACI), aku melihat keindahan sekaligus kerusakan dunia. Dominasi species ikan dan terumbu karang di perairan Raja Ampat cukup bervariasi di tiap lokasi. Kondisi geologi lingkungan pun dapat memberikan informasi mengenai pengembangan dan kerusakan yang terjadi di jantung pusat segitiga karang dunia.

Tahukah anda fungsi dari terumbu karang? Untuk apa terumbu karang ada di perairan kita?

Sebenarnya sangat jelas bahwa selain menjadi rumah bagi ikan, berguna juga sebagai pelindung pantai dari gelombang laut. Bayangan hidup tanpa terumbu karang, seperti manusia kehilangan rumah yang dilanda banjir, lenyap!

Kegiatan wisata di Waigeo Selatan cukup baik, karena sudah banyak pengusaha hotel yang mempromosikan raja ampat sebagai tujuan wisata khususnya wisata selam. Tingginya potensi keanekaragaman hayati ternyata menyebabkan pula tingginya kegiatan eksplorasi ekstraktif yang kurang bijaksana seperti perdagangan satwa liar dan penangkapan ikan dengan sianida (potasium) atau ikan berlebihan (over fishing).

Baik LSM international maupun nasional berjuang keras mengkampanyekan peduli lingkungan. Kegiatan pelestarian laut seperti Marine RAP,REA TNC, CI, WWF, dll adalah langkah awal bagi pejuang laut. Bukan hanya mereka, tapi kita semua wajib berbuat bagi alam. Secara fakta, Pemulihan terumbu karang yang terkena bom memerlukan waktu ratusan tahun. Hal ini sangat ironis dengan proses pemgeboman yang hanya berlangsung kurang dari 5 menit.

Di Waigeo, penangkapan ikan menggunakan akar bore masih juga dilakukan oleh baik nelayan lokal maupun luar. ( *akar bore: sejenis tumbuhan yang dipakai masyarakat untuk meracuni ikan, efeknya kurang lebih sama dengan potasium 'potas'). Selain itu, sangat tinggi pemanfaatan daging penyu secara berlebihan selama pesta adat dan perkawinan. Dan juga, isu kurangnya ikan hiu juga disebabkan perdagangan sirip hiu yang telah terjadi di seluruh Indonesia.

Memang kejam, saat kerakusan manusia sedang tinggi. Apa yang bisa diambil, dijualah tanpa memikirkan apa yang harus kita beri untuk alam.

Tetapi, berjalannya waktu masyarakat mulai sadar. Kita bisa belajar dari Pulau Arborek, yang telah menunjukkan keberhasilannya akan budidaya rumput laut, dengan menggunakan metode lepas landas (Off Bottom) masa tanam 3 minggu.
http://www.blogger.com/img/blank.gif
Semua kerusakan berawal juga dari penambangan pasir dan pembangunan jalan melewati kawasan konservasi. Otomatis, sistem ekologi berubah dan memutuskan rantai kehidupan. Setelah melihat situasi ini, semua balik kependidikan. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan tetapi komponen bangsa. Persoalan Papua Barat akan pendidikan adalah selain kurangnya pengajar, keterbatasan akan fasilitas penunjang pendidikan seperti buku pelajar dan perpustakaan, membuat motivasi anak semakin rendah.

Permasalahan Indonesia adalah permasalahan dunia.

Mari bersatu anak muda demi generasi penerus bangsa.

Sumber: http://aci.detik.travel
[ Baca Selengkapnya... ]

Dukungan Masyarakat Untuk Konservasi Raja Ampat


RAJA AMPAT, KOMPAS.com - Masyarakat adat Kofiau di Kepulauan Raja Ampat menyatakan komitmennya menjaga kelestarian sumber daya alat lautnya lewat Deklarasi Adat Zonasi Kawasan Konservasi Perairah Daerah (KKPD) di Kofiau dan Boo. Deklarasi ini merupakan bentuk dukungan masyarakat pada sistem zonasi yang telah ditetapkan 2007 lalu.

Deklarasi tersebut berlangsung Rabu (19/10/2011) di Pulau Gebe Kecil, Kepulauan Kofiau, didukung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Raja Ampat dan LSM The Nature Conservancy (TNC). Dalam deklarasi yang juga ditandai dengan upacara adat itu, tokoh adat setempat, Elias Ambrauw, memberikan dokumen berisi tanda tangan pemegang hak ulayat zona larang tangkap.

Sesuai pembagian sebelumnya, Taman Pulau Kecil Raja Ampat dibagi menjadi 6 KKPD, salah satunya Kofiau dan Boo seluas 170.000 hektar. Adapun wilayah Kofiau dibagi menjadi empat zona, yakni zona ketahanan pangan dan pariwisata (sama dengan zona larang tangkap), zona sasi dan pemanfaatan tradisional masyarakat, zona perikanan berkelanjutan dan budidya, serta zona pemanfaatan lain. Lewat deklarasi ini, masyarakat bersama DKP nantinya akan menguatkan kemitraan untuk menjaga KKKPD Kofiau dan Boo dari kegiatan penangkapan secara berlebihan, penangkapan ikan yang merusak menggunakan bahan peledak dan bahan kimia berbahaya, serta penangkapan biota laut yang dilindungi.

Kepala DKP Kabupaten Raja Ampat, Manuel P Urbinas mengatakan, pemerintah bertekad mendukung kebijaksanaan pengelolaan berbasis ekosistem dalam kerangka kebijakan pembangunan Kabupaten Bahari Raja Ampat.http://www.blogger.com/img/blank.gif

"Pembangunan berbasis ekosistem bukan saja menjaga alam tetapi sudah memperlihatkan peningkatan pada jumlah pendapatan asli daerah yang sangat berarti," ujarnya.

Manuel juga mengatakan, dukungan masyarakat adat Kofiau menjadi bukti bahwa masyarakat setempat memiliki kearifan lokal. Salah satu bentuk kearifan lokal itu adalah sasi, yakni upaya penutupan sementara atas segala ekstraksi sumber daya alam laut di suatu wilayah dengan kesepakatan bersama.

Pengelolaan alam Raja Ampat perlu dilakukan dengan baik, sebab wilayah ini merupakan salah satu wilayah dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Kofiau sendiri memiliki 292 spesies terumbu karang dan 529 jenis ikan karang. Bagi Indonesia, kelestarian wilayah ini mendukung upaya pengembangan pariwisata Raja Ampat untuk ekonomi masyarakat.



Sumber: http://sains.kompas.com
[ Baca Selengkapnya... ]

Raja Ampat Menjadi Kawasan Konservasi Hiu

Indonesia menyatakan kawasan perairan Raja Ampat, Papua seluas 46 ribu kilometer persegi sebagai daerah suaka bagi ikan hiu, penyu dan ikan pari. Kawasan yang merupakan bagian dari segitiga terumbu karang Asia Tenggara ini dikenal kaya dengan keragaman hayati lautnya.

Hiu, Pari dan penyu mendapat perlindungan penuh di kawasan ini dan setiap kegiatan yang merusak lingkungan seperti merusak karang dengan bom serta perdagangan ikan dilarang keras.

“Hiu, sebagai hewan pemangsa, memainkan peran penting dalam keseimbangan populasi spesies ikan dan terumbu karang,” kata kelompok konservasi Shark Savers and the Misool Eco Resort yang mendukung penetapan kawasan suaka ini.

“Lebih dari 73 juta hiu dibunuh setiap tahunnya, bahkan beberapa populasi hiu turun hingga 90 persen. Hiu diburu untuk diambil siripnya dan dijadikan sup,” tambah kelompok itu.

“Di kawasan Raja Ampat, tiga perempat spesies hiu terancam punah. Ikan pari dibunuh untuk diambil insangnya, dan ikan-ikan yang hidup di terumbu karang diambil dan dijadikan ikan hias akuarium,” kata Peter Knights, direktur eksekutif lembaga konservasi Amerika Serikat WildAid, yang juga mendukung proyek ini.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat, Yohanis Bercmans Rahawaryn tidak bisa memerkirakan populasi hiu di kawasan itu, tapi dia mengatakan jumlah terus turun dalam beberapa tahun terakhir.

“Salah satu indikatornya adalah para penyelam sudah jarang menemukan ikan hiu besar di Raja Ampat,” katanya.

Sumber: AFP

[ Baca Selengkapnya... ]